Kualitas Hidup
Lansia dengan Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran merupakan kondisi kesehatan yang paling
umum pada orang lanjut usia (lansia) yang sangat berpengaruh pada fungsi psikis
dan sosial. Oleh karena itu sangat penting mengetahui kualitas hidup lansia
akibat gangguan fungsi pendengarannya. Melalui
pemeriksaan pendengaran dan penilaian kualitas hidup dengan menggunakan
kuisioner HHIE (hearing handicap inventory for the elderly) kita dapat
mengetahui kualitas hidup lansia. Penelitian ini dilakukan pada pada 61 orang
lansia di panti jompo Tresna Werdha, Gowa. Hasil: Pada lansia dengan gangguan
pendengaran yang tidak mengalami gangguan kualitas hidup sebanyak 9 orang
(14,75%), gangguan derajat ringan sampai menengah sebanyak 30 orang (49,2%) dan
gangguan berat sebanyak 9 orang (14,75%). Lansia yang mengalami ketulian
gangguan kualitas hidup berat sebanya 2 orang (3,28%). Berdasarkan hasil
penelitian menggunakan metode HHIE gangguan pendengaran mempengaruhi pada
kualitas hidup lansia (Djamin, 2013).
Faktor Risiko
Presbikusis
Presbikusis adalah kurang pendengaran sensorineural pada usia
lanjut akibat proses degenerasi, terjadi secara berangsur-angsur, dan simetris
pada kedua sisi telinga. Kejadian presbikusis dipengaruhi banyak faktor, antara
lain usia, jenis kelamin, genetik, hipertensi, diabetes melitus,
hiperkolesterol, paparan bising, dan merokok. Presbikusis termasuk gangguan
pendengaran yang dapat dicegah dan diintervensi dengan mengurangi faktor
risiko.
Lansia
sangat rentan dengan prsbikusis atau gangguan pendengaran karena degenerasi
koklea, degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme mokuler, seperti faktor gen,
stres oksidatif, dan gangguan transduksi sinyal. Lansia rentan terhadap
pathogenesis karena sistem kekebalan tubuhnya menurun. meriksaan fisik telinga
biasanya normal dan tes penala didapatkan tuli sensorineural.2 Pemeriksaan
timpanometri tipe A (normal), audiometri nada murni, menunjukkan tuli saraf
nada tinggi, bilateral dan simetris, terdapat penurunan yang tajam (sloping)
setelah frekuensi 2000 Hz dan berangsurangsur terjadi pada frekuensi yang
rendah.
Presbikusis
rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke atas. Pengaruh usia terhadap
gangguan pendengaran berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki lebih
banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit
penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan
jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan laki-laki
umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan perempuan
(Muyyasaroh, 2012).
Lansia
adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan
fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Lansia pada
masa ini sering dijumpai kasus gangguan pendengaran (presbikusis). Presbikusis merupakan akibat dari
proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian koklea (striae vaskularis,
sel rambut, dan membran basilaris) maupun serabut saraf auditori, presbikusis
ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor
eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan
penyakit sistemik (Maryam,et al 2008). Jenis-jenis
gangguan pendengaran yaitu tuli sensori dan tuli konduktif. Presbikusis ini
sangat berpengaruh pada kehidupan lansia maka diperlukan beberapa tes untuk
menguji ketajaman pendengaran lansia diantaranya Uji Rinne, Uji Webber, Uji Schwabach
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40401/4/Chapter%20II.pdf.).
Presbikusis
(Melemahnya pendengaran) yang Lazim dialami Populasi Lansia di Arab Saudi
Presbikusis berdampak pada keuangan , sosial , dan
psikologis besar pada masyarakat yang lebih besar terutama pada lansia
. belum ada studi sebelumnya telah melaporkan pada
prevalensi gangguan pendengaran para lansia
penduduk Saudi . penelitian ini bertujuan untuk memastikan prevalensi
gangguan pendengaran dan mendengar keluhan lansia penduduk Saudi . Penelitian ini
menggunakan metode cross sectional dengan menggunakan kuisioner. Penelitian ini
melibatkan 500 responden dengan usia antara 41 sampai
dengan 75
tahun akan diadakan penelitian . Peserta
ini Penelitian ini dilakukan dengan Handicap Mendengar Persediaan
untuk Lansia menggunakan Versi screening HHIE-S. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 386 responden
terganggu
lingkungannya karena preesbikusis , 17,35%
(67peserta) memiliki skor diagnostik yang lebih besar
dari 8 poin di screening HHIE-S dengan laki-laki 52% dominasi
dibandingkan perempuan 48%. Namun, 3 peserta (4,7%) antara usia
41-45 memiliki HHIE-S skor di atas 8. Menunjukkan, prevalensi
gangguan pendengaran nyata
meningkat dengan usia (10,17% berusia 46-50; 38,3% berusia 71-75). Penelitian ini menunjukkan
bahwa gangguan pendengaran mempengaruhi lingkungan klien (Al-Ruwali & Harg,
2010).
Efek
Perlindungan polifenol pada Presbikusis Via Oksidatif/Nitrosatif Penekan Stres
pada Bantalan Rambut
AHL (Presbikusis) dianggap hasil dari penuaan, kerusakan
oksidatif, kerusakan mitokondria, dan faktor lingkungan (Kokotas et al, 2007;.
Liu dan Yan, 2007
dalam Sanchez, 2016).
Risiko cedera oksidatif yang disebabkan oleh kerusakan akibat
radikal bebas merupakan penyebab paling mendasar dari patologi terkait usia
dalam penuaan biologis sel. kerusakan oksidatif animportant faktor intrinsik
dalam patogenesis presbikusis. Peningkatan konsentrasi radikal bebas (spesies
oksigen reaktif [ROS] dan spesies nitrogen reaktif [RNS] yang terlibat sebagai
mediator stres oksidatif dan kerusakan. Sekarang diterima secara luas bahwa
mitokondria adalah sumber utama dari ROS / RNS dan situs utama ROS / RNS kerusakan
oksidatif yang disebabkan dan bahwa ROS / RNS peningkatan produksi dengan usia (Rodriguez et al, 2016).
Penatalaksanaannya yaitu penelitian ini dilakukan kepada
hewan sebelum di teliti pada manusia langsuung yaitu pada tikus. Campuran
polifenol dengan asam tanat, resveratrol, quercetin, rutin, asam galat dan
morin (Sigma Aldrich, St. Louis, MO, USA) diberikan kepada kelompok perlakuan.
Masing-masing dari enam polifenol hadir dalam proporsi yang sama dalam
campuran, yang ditambahkan ke air minum. Karena air berubah setiap hari, kami
memperkirakan 100 mg / kg berat badan dari asupan harian untuk setiap hewan.
Dosis polifenol
yang digunakan terbukti tidak beracun. kemungkinan efek samping dari pengobatan
dengan polifenol dipantau selama penelitian; tidak ada perbedaan yang diamati
ketika membandingkan tikus kontrol dan tikus diobati. Lima kelompok
diciptakan berdasarkan usia tikus, di bulan: berusia 3, 6, 12, 18 dan 24 bulan.
Ada 20 tikus SD per kelompok, dengan total 100 hewan. Semua pengukuran
diperoleh untuk kedua kanan dan telinga kiri, menghasilkan total 200 telinga
yang diperiksa.
Dua kelompok
tambahan diciptakan berdasarkan perlakuan yang diterima oleh hewan. Setiap
kelompok usia (3, 6, 12, 18 dan 24 bulan) memiliki 10 mata pelajaran di
kelompok kontrol ditugaskan untuk ada pengobatan dalam air minum dan 10. Penelitian
menunjukkan bahwa polifenol diberikan perlindungan yang signifikan terhadap
AHL, sebuah fakta yang berkorelasi dengan pulih pergeseran ambang batas ASSR
signifikan pada tikus yang menerima pengobatan dengan polifenol (Sanz-Fernandez
et al., 2016 dalam
Rodriguez et al, 2016).
Daftar Pustaka
Muyassaroh. (2012). Faktor risiko presbikusis. Artikel Pengembangan Pendidikan
Keprofesian Berkelanjutan (P2KB).
Djamin, R. (2013). Kualitas hidup lansia dengan gangguan pendengaran. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Diakses pada 22 Agustus 2016 dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40401/4/Chapter%20II.pdf.
Al-Ruwali, M D. N. & Hagr, FRCS.
A. (2010). Prevalence of presbycusis in
the elderly saudi arabian population.
CLINICAL STUDY.
Rodriguez, C. S., Sanz, E. M.,
Cuadrado, E., Granizo, J.J., & Fernandez S.S. (2016). Protective effect of polyphenol on presbycusis via
oxidative/nitrosative stress suppression in rats. Experimental Gerontology
83 (2016) 311-36.
No comments:
Post a Comment