Wednesday, November 30, 2016

Resume 5 Journal Gangguan Pendengaran Lansia

Kualitas Hidup Lansia dengan Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran merupakan kondisi kesehatan yang paling umum pada orang lanjut usia (lansia) yang sangat berpengaruh pada fungsi psikis dan sosial. Oleh karena itu sangat penting mengetahui kualitas hidup lansia akibat gangguan fungsi pendengarannya.  Melalui pemeriksaan pendengaran dan penilaian kualitas hidup dengan menggunakan kuisioner HHIE (hearing handicap inventory for the elderly) kita dapat mengetahui kualitas hidup lansia. Penelitian ini dilakukan pada pada 61 orang lansia di panti jompo Tresna Werdha, Gowa. Hasil: Pada lansia dengan gangguan pendengaran yang tidak mengalami gangguan kualitas hidup sebanyak 9 orang (14,75%), gangguan derajat ringan sampai menengah sebanyak 30 orang (49,2%) dan gangguan berat sebanyak 9 orang (14,75%). Lansia yang mengalami ketulian gangguan kualitas hidup berat sebanya 2 orang (3,28%). Berdasarkan hasil penelitian menggunakan metode HHIE gangguan pendengaran mempengaruhi pada kualitas hidup lansia (Djamin, 2013). 
Faktor Risiko Presbikusis
Presbikusis adalah kurang pendengaran sensorineural pada usia lanjut akibat proses degenerasi, terjadi secara berangsur-angsur, dan simetris pada kedua sisi telinga. Kejadian presbikusis dipengaruhi banyak faktor, antara lain usia, jenis kelamin, genetik, hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterol, paparan bising, dan merokok. Presbikusis termasuk gangguan pendengaran yang dapat dicegah dan diintervensi dengan mengurangi faktor risiko.
Lansia sangat rentan dengan prsbikusis atau gangguan pendengaran karena degenerasi koklea, degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme mokuler, seperti faktor gen, stres oksidatif, dan gangguan transduksi sinyal. Lansia rentan terhadap pathogenesis karena sistem kekebalan tubuhnya menurun. meriksaan fisik telinga biasanya normal dan tes penala didapatkan tuli sensorineural.2 Pemeriksaan timpanometri tipe A (normal), audiometri nada murni, menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris, terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi 2000 Hz dan berangsurangsur terjadi pada frekuensi yang rendah.
Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke atas. Pengaruh usia terhadap gangguan pendengaran berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan laki-laki umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan perempuan (Muyyasaroh, 2012).
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Lansia pada masa ini sering dijumpai kasus gangguan pendengaran (presbikusis).  Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian koklea (striae vaskularis, sel rambut, dan membran basilaris) maupun serabut saraf auditori, presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik (Maryam,et al 2008).  Jenis-jenis gangguan pendengaran yaitu tuli sensori dan tuli konduktif. Presbikusis ini sangat berpengaruh pada kehidupan lansia maka diperlukan beberapa tes untuk menguji ketajaman pendengaran lansia diantaranya Uji Rinne, Uji Webber, Uji Schwabach (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40401/4/Chapter%20II.pdf.).
Presbikusis (Melemahnya pendengaran) yang Lazim dialami Populasi Lansia di Arab Saudi

Presbikusis  berdampak pada keuangan , sosial , dan psikologis besar pada masyarakat yang lebih besar terutama pada lansia . belum ada  studi sebelumnya telah melaporkan pada prevalensi gangguan pendengaran para lansia  penduduk Saudi . penelitian ini bertujuan untuk memastikan prevalensi gangguan pendengaran dan mendengar keluhan lansia penduduk Saudi . Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan menggunakan kuisioner. Penelitian ini melibatkan 500 responden dengan usia antara 41 sampai dengan 75 tahun akan diadakan penelitian . Peserta ini Penelitian ini dilakukan dengan Handicap Mendengar Persediaan untuk Lansia menggunakan Versi screening HHIE-S. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 386 responden terganggu lingkungannya karena preesbikusis , 17,35% (67peserta) memiliki skor diagnostik yang lebih besar dari 8 poin di screening HHIE-S dengan laki-laki 52% dominasi dibandingkan perempuan 48%. Namun, 3 peserta (4,7%) antara usia 41-45 memiliki HHIE-S skor di atas 8. Menunjukkan, prevalensi gangguan pendengaran  nyata meningkat dengan usia (10,17% berusia 46-50; 38,3%  berusia 71-75). Penelitian ini menunjukkan bahwa gangguan pendengaran mempengaruhi lingkungan klien (Al-Ruwali & Harg, 2010).

Efek Perlindungan polifenol pada Presbikusis Via Oksidatif/Nitrosatif Penekan Stres pada Bantalan Rambut
               AHL (Presbikusis) dianggap hasil dari penuaan, kerusakan oksidatif, kerusakan mitokondria, dan faktor lingkungan (Kokotas et al, 2007;. Liu dan Yan, 2007 dalam Sanchez, 2016). Risiko cedera oksidatif yang disebabkan oleh kerusakan akibat radikal bebas merupakan penyebab paling mendasar dari patologi terkait usia dalam penuaan biologis sel. kerusakan oksidatif animportant faktor intrinsik dalam patogenesis presbikusis. Peningkatan konsentrasi radikal bebas (spesies oksigen reaktif [ROS] dan spesies nitrogen reaktif [RNS] yang terlibat sebagai mediator stres oksidatif dan kerusakan. Sekarang diterima secara luas bahwa mitokondria adalah sumber utama dari ROS / RNS dan situs utama ROS / RNS kerusakan oksidatif yang disebabkan dan bahwa ROS / RNS peningkatan produksi dengan usia (Rodriguez et al, 2016).
               Penatalaksanaannya yaitu penelitian ini dilakukan kepada hewan sebelum di teliti pada manusia langsuung yaitu pada tikus. Campuran polifenol dengan asam tanat, resveratrol, quercetin, rutin, asam galat dan morin (Sigma Aldrich, St. Louis, MO, USA) diberikan kepada kelompok perlakuan. Masing-masing dari enam polifenol hadir dalam proporsi yang sama dalam campuran, yang ditambahkan ke air minum. Karena air berubah setiap hari, kami memperkirakan 100 mg / kg berat badan dari asupan harian untuk setiap hewan.
               Dosis polifenol yang digunakan terbukti tidak beracun. kemungkinan efek samping dari pengobatan dengan polifenol dipantau selama penelitian; tidak ada perbedaan yang diamati ketika membandingkan tikus kontrol dan tikus diobati. Lima kelompok diciptakan berdasarkan usia tikus, di bulan: berusia 3, 6, 12, 18 dan 24 bulan. Ada 20 tikus SD per kelompok, dengan total 100 hewan. Semua pengukuran diperoleh untuk kedua kanan dan telinga kiri, menghasilkan total 200 telinga yang diperiksa. Dua kelompok tambahan diciptakan berdasarkan perlakuan yang diterima oleh hewan. Setiap kelompok usia (3, 6, 12, 18 dan 24 bulan) memiliki 10 mata pelajaran di kelompok kontrol ditugaskan untuk ada pengobatan dalam air minum dan 10. Penelitian menunjukkan bahwa polifenol diberikan perlindungan yang signifikan terhadap AHL, sebuah fakta yang berkorelasi dengan pulih pergeseran ambang batas ASSR signifikan pada tikus yang menerima pengobatan dengan polifenol (Sanz-Fernandez et al., 2016 dalam Rodriguez et al, 2016).
















Daftar Pustaka
Muyassaroh. (2012). Faktor risiko presbikusis. Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB).
Djamin, R. (2013). Kualitas hidup lansia dengan gangguan pendengaran. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Al-Ruwali, M D. N. & Hagr, FRCS. A. (2010). Prevalence of presbycusis in the elderly  saudi arabian population. CLINICAL STUDY.
Rodriguez, C. S., Sanz, E. M., Cuadrado, E., Granizo, J.J., & Fernandez S.S. (2016). Protective effect of polyphenol on presbycusis via oxidative/nitrosative stress suppression in rats. Experimental Gerontology 83 (2016) 311-36.


No comments:

Post a Comment